19.15

ramadhan telah tiba

Sering sekali kita mendengarkan dan membaca hadits-hadits/sabda Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam yang berisikan kabar gembira saat kedatangan bulan
Ramadhan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam menyatakan bahwa bulan
Ramadhan merupakan bulan dibukanya pintu rahmat dan pintu surga, ditutup
rapat-rapat seluruh pintu Jahannam dan syetan-syetan dibelenggu . Beliau
bersabda,
"Apabila masuk awal bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu surga dan tak ada
satu pun dari pintu itu yang ditutup, serta pintu-pintu Jahannam ditutup dan tak
satu pun di antara pintu-pintu itu yang terbuka, dan syetan-syetan dibelenggu"
(HR. At-Tirmidzi dan mengatakan hadits hasan gharib,Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah,
Al-Baihaqi, An-Nasai. Dan Al-Hakim dengan lafal yang sama mengatakan, "Shahih,
sesuai syarat Al-Bukhari-Muslim". (At-Targhib wat-Tarhib 2/220)

Beliau juga bersabda, "Telah datang kepadamu Bulan Ramadhan bulan yang penuh
berkah, Allah meliputi kalian di dalam bulan tersebut, rahmat diturunkan,
dosa-dosa dihapuskan dan do'a-do'a dikabulkan. Allah melihat kalian semua
berlomba-lomba di dalam bulan itu, maka Dia merasa bangga terhadap kalian dan
para malaikat. Maka perlihatkanlah segala macam kebaikan diri kalian di hadapan
Allah. Sebab orang yang celaka adalah orang yang terhalang mendapatkan rahmat
Allah pada bulan tersebut." (HR. Ath-Thabrani dan para perawinya tsiqat
(terpercaya)/At-Targhib wa At-Tarhib 2/222)
Sabda beliau yang lain, "Barang siapa yang berpuasa di Bulan Rama-dhan karena
iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu. Dan
barang siapa yang shalat malam di Bulan Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barang siapa shalat
di malam lailatul qadar karena iman dan meng-harap pahala, maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Masih banyak lagi hadits-hadits lain yang menerangkan keutamaan puasa dan shalat
malam pada bulan tersebut. Adapun hadits yang menerangkan tentang besarnya
pahala puasa adalah hadits qudsi berikut ini, (Allah berfirman),
"Setiap amal anak Adam adalah untuknya, sedangkan setiap kebaikan akan
dilipatkan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, terkecuali puasa, maka ia
adalah untukKu dan Aku sendiri yang akan memberikan balasannya. Shoimun telah
meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena Aku. Bagi orang yang berpuasa
mendapatkan dua kebahagiaan, (yaitu) kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan
ketika bertemu dengan Rabbnya.Dan bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di
sisi Allah daripada wanginya minyak kesturi (misik). (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Maka selayaknya bagi setiap mukmin untuk mempergunakan kesempatan emas yang
telah diberikan oleh Allah berupa nikmat berjumpa dengan Bulan Ramadhan. Mereka
hendaknya berlomba-lomba melaku-kan berbagai bentuk ketaatan serta menjauhi
segala bentuk keburukan dan kejahatan. Senantiasa bersungguh-sungguh dalam
menjalankan apa saja yang telah diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
terutama shalat lima waktu, zakat dan puasa Ramadhan yang menjadi pokok
pembicaraan kita kali ini serta kewajiban-kewajiban lain yang tidak dapat
disebutkan di halaman yang sangat terbatas ini.

Satu permasalahan penting yang harus selalu diingat oleh setiap muslim yang
berpuasa adalah bahwa hendakanya ia berpuasa bukan hanya sekedar menahan makan,
minum dan pembatal-pembatal lainnya. Namun hendaknya juga berpuasa dari segala
bentuk ucapan dan perbuatan yang diharamkan Allah. Karena tujuan puasa adalah
agar seorang muslim selalu tunduk dan taat kepada Allah, menjaga
larangan-laranganNya, meme-rangi hawa nafsu dalam rangka menaati Rabbnya serta
membiasakan untuk bersikap sabar, yakni menahan diri dari hal-hal yang
diharamkan Allah.

Berkenaan dengan masalah ini, Rasulullah telah menyatakan bahwa, "Puasa adalah
perisai, maka apabila salah seorang di antara kalian berpuasa janganlah berkata
jorok dan jangan bicara yang tak berguna. Jika ada orang lain mencacinya atau
mengajak berke-lahi maka hendaklah ia berkata, "Aku sedang berpuasa." (Muttafaq
alaih).

Dan juga sabda beliau yang lain, "Barang siapa tidak meninggalkan perkataan
sia-sia (palsu), perbuatan tak berguna dan kebodohan, maka Allah tidak butuh
terhadap puasanya (yang berupa) meninggalkan makan dan minum." (HR. Al-Bukhari)

Beberapa Permasalahan yang Perlu Diperhatikan

* Setiap muslim hendaknya melakukan puasa Ramadhan
karena iman dan ihtishab (mengharap pahala), bukan karena riya', sum'ah,
ikut-ikutan kebanyakan orang, malu terhadap keluarga atau tetangga jika tidak
berpuasa. Berpuasa karena iman artinya berdasarkan keyakinan bahwa Allah telah
mewajibkan puasa terha-dapnya, dan ihtisab karena untuk mencari pahala yang
telah disediakan Allah bagi orang berpuasa. Demikan pula shalat malam pada bulan
itu harus karena iman dan ihtisab.

* Ada sebagian orang ketika berpuasa lalu terluka,
mimisan, muntah, atau tenggorokannya kemasukan air tanpa disengaja ia langsung
membatal-kan puasanya. Padahal sebenarnya hal-hal tersebut tidaklah membatalkan
puasa karena tidak adanya unsur kesengajaan. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda,

"Barang siapa yang tidak sengaja muntah, maka tidak perlu untuk mengqada'
(puasanya tidak batal), dan barang siapa segaja muntah maka wajib baginya
mengqadla".(HR. Al-Khomsah (lima Imam), Imam Ahmad mengatakan ada cacat,
Ad-Daruquthni menguatkannya)

Demikian pula yang terjadi pada sebagian wanita yang sedang haid atau nifas,
apabila mendapati dirinya telah selesai (suci)sebelum fajar (pada bulan puasa)
maka dia harus berniat untuk puasa sebelum fajar (Shubuh). Dan tidak mengapa
kalau mau meng-akhirkan mandi setelah terbit fajar, namun tidak boleh
mengakhir-kannya setelah terbit matahari. Demikian pula bagi yang junub juga
berlaku demikian, dan bagi laki-laki harus segera mandi supaya dapat menjalankan
shalat Shubuh dengan berjamaah di masjid.

* Pemeriksaan darah untuk keperluan laboratorium serta
suntik dengan jarum tidak membatalkan puasa. Kecuali yang bertujuan untuk
men-suplai zat-zat makanan seperti infus, maka puasanya batal. Namun sebaiknya
suntik/periksa darah tidak dilakukan di siang hari Bulan Rama-dhan karena yang
demikian lebih terjaga dan membuat tenang. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda, "Tinggalkan apa-apa yang membuat kalian ragu, kepada apa yang
tidak meragukan' (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasai).

Dan sabda Shallallaahu alaihi wa Sallam yang lain, "Barang siapa yang menjauhi
perkara-perkara syubhat, maka berarti telah menjaga agama dan kehormatannya."
(Muttafaq 'alaih)

* Sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin ada yang
tidak tuma'ninah dalam shalatnya, baik sha-lat fardhu maupun sunnah, terutama
shalat tarawih. Padahal tuma'ninah (khusyu' dan tenang) adalah rukun shalat yang
juga menentukan shah tidaknya shalat. Ukuran tuma'ninah ini adalah apabila
sendi-sendi telah kembali pada tempatnya (sehabis melakukan gerakan, seperti
rukuk, sujud dan sebagainya).

* Sebagian kaum muslimin ada yang memiliki persangkaan,
bahwa shalat tarawih itu tidak boleh kurang dari dua puluh raka'at (atau 23
dengan witirnya). Sebagian lagi mengira bahwa tarawih tidak boleh melebihi
sebelas atau tiga belas rakaat. Kedua-duanya adalah persangkaan yang keliru,
karena menyelisihi dalil-dalil yang ada.

Dalil-dalil yang shahih menunjuk-kan bahwa shalat malam pada Bulan Ramadhan atau
selainnya adalah tidak terbatas pada bilangan tertentu. Diriwayatkan bahwa Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah shalat sebelas raka'at, tiga belas rakaat
atau kurang dari itu, baik di kala Ramadhan atau di luarnya. Dan ketika beliau
ditanya tentang shalat malam beliau menyatakan, "Dua raka'at-dua raka'at, dan
jika kalian khawatir masuk Shubuh maka shalatlah satu rakaat untuk witir dari
shalat yang telah dilakukan." (HR. Muttafaq 'alaih)

Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam tidak membatasi pada jumlah rakaat tertentu,
maka para sahabat di masa khalifah Umar, ada yang shalat dua puluh tiga rakaat
dan ada pula yang shalat sebelas rakaat. Kesemuanya adalah benar (Imam Ma-lik,
Al-Muwa-tha 1/138). Dan sebagian salaf ada yang shalat tiga puluh enam rakaat
tambah witir tiga rakaat, ada pula yang shalat empat puluh satu rakaat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa masalah shalat malam adalah
masalah yang luas. Beliau menambahkan bahwa bagi yang memperpanjang bacaan,
ruku' dan sujud, hendaknya menyedikitkan jumlah rakaat. Dan bagi yang
memendekkan bacaan, ruku' dan sujud, hendaknya memperbanyak bilangan rakaatnya,
demikian penjelasan beliau rahimahullah.
Namun kalau kita memperhatikan dalil-dalil yang ada, maka akan didapati bahwa
yang lebih utama adalah sebelas rakaat baik di kala Ramadhan atau di luar
Ramadhan. Karena sesuai dengan praktek yang paling biasa dilakukan Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam, di samping tidak terlalu membebani jamaah serta
lebih mendekati kekhusyu'an dan tuma'ninah. Dan bagi yang ingin menambah dari
yang sebelas rakaat itu, maka tidak ada masalah dan baik juga. sebagaima-na yang
telah dijelaskan sebelumnya. Yang penting adalah dalam qiyam Ramadhan atau
tarawih hendaknya dilakukan dengan berjama'ah sampai selesai shalat bersama
imam, agar terhitung sebagai shalat satu malam.
* Dianjurkan kepada seluruh kaum muslimin untuk
berlomba-lomba dan bersegera dalam melakukan amal kebajikan sepanjang Bulan
Ramadhan ini.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam memberikan kabar gembira kepada kita
bahwa barang siapa yang melakukan suatu kebaikan (yang bukan wajib) pada Bulan
Ramadhan, maka seakan-akan ia telah melakukan ibadah wajib pada bulan yang lain.
Dan barang siapa yang melakukan satu kewajiban pada bulan tersebut, maka ia
seperti melakukan tujuh puluh kewajiban pada bulan lainnya. Sedangkan umrah di
Bulan Ramadhan pahalanya menyamai ibadah haji, bahkan ibadah haji bersama Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam .
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita dan seluruh kaum musli-min untuk
dapat melakukan amal kebai-kan sebanyak mungkin, dalam upaya menggapai ridhaNya.
Dan semoga apa saja yang akan kita usahakan, baik berupa puasa, qiyamul lail,
infak, shadaqah dan selainnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala .

Sumber: Buletin "Fadhlu Shiyam Ramadhan wa Qiyamihi" Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baaz .